FSH UIN Jakarta Gelar Kuliah Kebangsaan dan Bedah Buku “Jejak Sang Jenderal”: Meneladani Keteguhan Jenderal Ahmad Yani sebagai Benteng Pancasila
FSH UIN Jakarta Gelar Kuliah Kebangsaan dan Bedah Buku “Jejak Sang Jenderal”: Meneladani Keteguhan Jenderal Ahmad Yani sebagai Benteng Pancasila

BERITA FSH, Teater Lt.2 FSH — Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Kuliah Kebangsaan dan Bedah Buku berjudul “Jejak Sang Jenderal sebagai Benteng Pancasila”, karya Ibu Amelia Ahmad Yani, putri dari Jenderal Ahmad Yani, salah satu Pahlawan Revolusi Indonesia pada Senin, 23 Juni 2025. Acara ini menjadi ruang reflektif bagi civitas akademika dalam memahami nilai-nilai kebangsaan melalui narasi sejarah yang autentik dan bermakna.

Dalam pembukaannya, Dekan FSH UIN Jakarta, Prof. Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC. menegaskan pentingnya penulisan sejarah berbasis sumber primer. Beliau menyampaikan bahwa validitas sejarah sangat bergantung pada integritas narasumber dan verifikasi data. "Dalam tradisi Islam, kesahihan sejarah memiliki kemiripan dengan metode validasi hadis: melalui sanad yang menekankan kredibilitas periwayat, dan matan yang menilai substansi isi berdasarkan akal dan nilai Islam. Historiografi Islam menuntut pendekatan kritis terhadap siapa yang menyampaikan dan apa yang disampaikan," ujarnya.

Penulis buku, Ibu Amelia Ahmad Yani, menggambarkan sosok ayahnya sebagai pribadi tegas, patriotik, dan setia pada Pancasila. “Jenderal Ahmad Yani memulai karier di KNIL, bergabung dengan TKR, memimpin operasi penumpasan DI/TII, hingga menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat. Sikapnya yang konsisten menolak komunisme adalah bentuk kesetiaan pada konstitusi dan nilai-nilai kebangsaan,” ujarnya penuh emosi.

Pak  Untung Ahmad Yani, Putera Jend. Ahmad Yani juga menyatakan bahwa peristiwa G30S/PKI yang merenggut nyawa Jenderal Ahmad Yani adalah bentuk kekejaman ideologis yang menabrak nilai-nilai kemanusiaan. “Penolakan terhadap komunisme bukan karena kebencian, melainkan tanggung jawab moral untuk menjaga keutuhan Pancasila. Pembunuhan itu menunjukkan bagaimana kekerasan ideologi dapat menghancurkan martabat bangsa,” tegasnya.

Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, yang turut hadir dalam forum dan menjadi Pembedah buku tersebut, menyebut Jenderal Ahmad Yani sebagai simbol keberanian moral. “Beliau adalah contoh pemimpin yang punya keberanian tidak tunduk pada kompromi. Keberaniannya menjaga Pancasila dari ancaman inkonstitusional menjadi pesan moral yang sangat relevan di era korupsi dan krisis integritas saat ini,” ujarnya.

Sementara itu, aktivis sosial Ali Wongso menyoroti relevansi perjuangan Jenderal Yani dengan konteks hari ini. “Ancaman bangsa kini bukan lagi dalam bentuk penjajahan fisik atau ancaman militer, tapi budaya korupsi dan mafia hukum yang merusak sendi kehidupan. Kita perlu keberanian moral seperti Jenderal Ahmad Yani untuk melawan kejahatan sistemik,” katanya lugas.

Komisioner KPAI, Dr. Aris Adi Laksono, menambahkan perspektif penting tentang peran keluarga dalam pembentukan karakter bangsa. “Jenderal Ahmad Yani adalah contoh nyata sosok ayah yang hadir secara aktif dan mendidik anak-anaknya lewat keteladanan. Buku ini relevan untuk pendidikan karakter generasi muda, cerdas saja tidak cukup jika tidak dibarengi jiwa sosial dan nilai-nilai kebangsaan yang kuat,” ucapnya.

Acara ini ditutup dengan diskusi terbuka yang mengaitkan nilai perjuangan Jenderal Yani dengan tantangan bangsa saat ini. Buku Jejak Sang Jenderal menjadi saksi sejarah dan inspirasi moral yang tak lekang oleh zaman sebuah warisan nilai untuk generasi yang terus mencari arah dalam badai globalisasi dan dekadensi moral. [NA]

23243f43

23d3f34

wgwh