FSH UIN Jakarta dan GEMA APUPPT Gelar Diskusi Kontemporer: Bangun Kesadaran Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Terorisme di Era Digital
BERITA FSH, Teater lt.2 - Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat literasi hukum dan keuangan di kalangan mahasiswa melalui penyelenggaraan Diskusi Kontemporer GEMA APUPPT (Gerakan Muda Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme). Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga strategis, di antaranya Dr. Novian dari Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK, Supriyadi, Ihwan Wahyu Utomo dari Pegadaian, serta sejumlah pakar yang kompeten di bidangnya.(18/11/25)
Dalam sambutannya, Dekan FSH UIN Jakarta, Prof. Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC., menegaskan bahwa upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme semakin krusial di tengah maraknya praktik keuangan digital, termasuk pinjaman online. Ia mengingatkan mahasiswa agar berhati-hati dan memiliki literasi yang cukup dalam mengelola keuangan pribadi. “Program GEMA APUPPT adalah langkah strategis. Sejak awal mahasiswa dibekali pengetahuan mengenai pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Persoalan ini menjadi semakin kompleks dengan adanya korupsi dan jaringan terorisme yang terstruktur,” ujarnya. Ia juga memberikan apresiasi kepada PPATK dan Pegadaian yang telah bersinergi dalam kegiatan edukatif ini.
Kepala Pusat Pemberdayaan APUPPT turut memberikan apresiasi kepada FSH UIN Jakarta sebagai tuan rumah kegiatan ini. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Pegadaian sebagai mitra strategis yang terus mendukung agenda literasi keuangan dan pencegahan TPPU. “Diskusi GEMA PTK ini bertujuan membangun kesadaran kolektif bahwa pencegahan TPPU dan pendanaan terorisme adalah tanggung jawab bersama. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan,” tegasnya. Ia menyoroti data mengejutkan terkait judi online yang mencapai transaksi 359 triliun, serta data OJK mengenai korban pinjaman online per 22 November 2024 hingga 31 Mei 2025 yang mencapai 135 ribu orang. “Edukasi ini penting agar masyarakat tidak menjadi korban maupun pelaku. TPPU bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak moral dan tatanan sosial,” tambahnya. Ia berharap sinergi ini dapat terus berkesinambungan dan melahirkan gerakan nyata yang membangun budaya sadar hukum dan melek literasi keuangan.
Pada sesi diskusi, Dr. Novian dari PPATK memaparkan tugas, kewenangan, serta beragam modus yang sering digunakan dalam tindak pidana pencucian uang. Ia juga menjelaskan bagaimana pendanaan terorisme bekerja dan dampaknya terhadap stabilitas nasional.
Sementara itu, Dr. Alfitra menguraikan aspek regulasi melalui pembahasan Undang-undang PPATK yang menjadi payung hukum dalam pemberantasan kejahatan keuangan tersebut.
Narasumber lainnya, Pak Kyai Hasan Ali, memberikan perspektif ekonomi mengenai TPPU, termasuk bagaimana lembaga keuangan merespons ancaman tersebut melalui tata kelola yang baik, penerapan prinsip good governance, serta penguatan regulasi anti pencucian uang.
Kegiatan ini diakhiri dengan harapan agar diskusi semacam ini terus berlanjut sebagai upaya nyata membangun generasi muda yang kritis, sadar hukum, dan memiliki literasi keuangan yang kuat dalam menghadapi dinamika kejahatan keuangan modern.[NA]





