Tantangan dan Harapan Alumni Fakultas Syariah dalam Rekrutmen Hakim: Usulan Pelatihan CAT hingga Sorotan Formasi
BERITA FSH, Diorama UIN Jakarta — Dalam forum diskusi bersama jajaran Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Drs. H. Muchlis, S.H., M.H., sejumlah akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) menyampaikan keresahan dan harapan terkait akses dan peluang alumni Fakultas Syariah dalam proses rekrutmen hakim di lingkungan Mahkamah Agung. (17/9/25)
Prof. Dr. H. Abdul Ghofur, M.Ag., Dekan FSH UIN Walisongo Semarang menyoroti keterbatasan kesiapan alumni Fakultas Syariah dalam menghadapi Computer Assisted Test (CAT) sebagai bagian dari proses seleksi. Ia mengusulkan adanya pelatihan khusus bagi calon alumni yang berminat menjadi hakim agar lebih siap bersaing dalam seleksi nasional. Selain itu, ia mempertanyakan perlunya strategi khusus untuk mengarahkan lulusan agar lebih terfokus ke peradilan agama, mengingat banyak dari mereka justru melamar ke peradilan umum.
Sementara itu, Prof. Dr. Kamaruddin, S.Ag., S.H., M.H., Dekan Fakultas Syariah IAIN Kendari menyoroti tingginya standar administratif dalam formasi penerimaan hakim, termasuk tuntutan akreditasi prodi. Ia berharap agar Mahkamah Agung dan instansi terkait dapat menyusun formula yang lebih adaptif, terutama bagi PTKIN di wilayah timur Indonesia. Ia juga mengangkat isu ketimpangan peluang antara lulusan Fakultas Syariah dan Fakultas Hukum dalam mengisi formasi di pengadilan umum.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Badilag, Drs. H. Muchlis, S.H., M.H., menjelaskan bahwa saat ini seleksi hakim sepenuhnya berada di bawah kendali Badan Kepegawaian Negara (BKN), termasuk proses CAT dan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). "Kita tidak diberi akses untuk menyusun atau menguji soal, semua dipegang BKN," ujarnya. Meski demikian, pihaknya telah mengupayakan skema kemitraan melalui jalur undangan bagi kampus-kampus yang memiliki akreditasi unggul untuk mengirimkan alumni terbaiknya.
Terkait isu akreditasi dan formasi, Dirjen menegaskan bahwa saat ini tidak ada batasan akreditasi A atau Unggul dalam seleksi hakim. Namun, Mahkamah Agung tengah mengusulkan kewenangan khusus kepada Kementerian PAN-RB agar dapat lebih fleksibel dalam proses penerimaan calon hakim. “Kami sedang mengajukan Kepres atau Permen agar Mahkamah Agung diberi kewenangan untuk penerimaan calon hakim,” tambahnya.
Dirjen juga mengklarifikasi bahwa kitab kuning (Arab gundul) tidak lagi diujikan sejak dua tahun lalu dalam seleksi masuk. Namun, setelah diterima, para calon hakim tetap akan mendapatkan materi tersebut dalam pelatihan pasca-seleksi sebagai bentuk pendalaman keilmuan syariah.
Terkait jabatan analis perkara, Dirjen mengungkapkan bahwa posisi ini adalah strategi Badilag untuk tetap dapat menempatkan SDM alumni Fakultas Syariah ke ranah peradilan di tengah keterbatasan regulasi yang ada, mengingat status hakim adalah pejabat negara yang pengangkatannya diatur secara khusus oleh Undang-Undang.
Forum ini menjadi ruang penting untuk menyuarakan aspirasi dan merumuskan solusi bersama agar alumni Fakultas Syariah dapat lebih optimal berkontribusi dalam sistem peradilan Indonesia, khususnya di lingkungan Peradilan Agama.[NA]